Larasatinesa.com - Ngomongin Bali kayaknya nggak akan pernah ada habisnya. Saya yang waktu Work From Bali kemarin cuma 2 bulan aja kok kayaknya membekas banget. Ini pun lagi manifestasi, untuk bisa ke sana lagi.
Kalau sebelumnya saya cerita soal culture shock, sekarang saatnya saya cerita bagaimana akhirnya saya menyukai Pulau Dewata ini. Walau pun sebenarnya dipostingan sebelumnya saya udah ceritakan sedikit sih. Hehe.
![]() |
Melasti Beach - Ungasan |
Seperti yang udah saya mention sebelumnya, saya ke Bali selain untuk healing karena selama 2 tahun pandemi nggak ke mana-mana, saya juga sedang berpikir tentang apa yang benar-benar saya inginkan untuk masa depan saya. As you know, saya udah 5 tahun kerja di digital agency yang banyak up and down-nya. Kebetulan aja pas saya ke Bali kemarin, saya lagi down sama pekerjaan saya ini. Aneh rasanya, padahal pekerjaan yang berhubungan dengan media sosial ini adalah passion saya sejak lama.
JRENG! 👀
Kenapa ya pekerjaan ini udah nggak bikin spark joy lagi? Oh, mungkin saya lagi burnout aja dan butuh cuti untuk pergi liburan sejenak. Nanti juga biasa lagi. Pikir saya waktu itu.
Baca Juga: Digital Minimalism: Ketika Social Media Bikin Burn Out
Akhirnya, pergilah saya ke Bali dengan tiket yang masih agak murah waktu itu. Saya nggak beli tiket PP karena emang nggak tahu pasti kapan mau pulang. Kalau betah bisa lebih lama, kalau nggak betah ya tinggal beli tiket buat pulang. Dan itu kali pertama saya naik Citilink (((jurusan))) BDO - DPS.
Kalau ditanya kok cuma 2 bulan aja, padahal kan masih WFH?
Rencananya emang ingin tinggal lebih lama lagi. Mungkin sekitar 4 bulan sampai kelar arus mudik lebaran di bulan Mei lalu. Tapi ternyata ada satu dan hal lainnya yang mengharuskan saya untuk pulang dan jujurly, saya udah kangen juga sama anabul-anabul di rumah. 🙃
Jadi, apa aja hal-hal yang menyenangkan di Bali?
1. Saya akhirnya merasakan sensasi menjadi minoritas di Bali, dan experience ini sangat berharga buat saya. Ini kayak sekalian latihan tinggal di luar negeri nggak sih? Hahaha! Saya suka dengan vibes Bali yang kental dengan adat dan budayanya. Saya suka wewangian dupa yang dipakai orang-orang Bali selagi mereka sembahyang.
Oh ya, karena saya WFB berdekatan sama Nyepi, jadi ada yang menambah keseruan nih. Ini jadi pengalaman Nyepi pertama saya di Bali nggak akan pernah terlupakan. Pas H-1 sebelum Nyepi, orang-orang itu pada sibuk belanja untuk beli bahan-bahan makanan, entah itu ke pasar, swalayan atau beli jajanan di minimarket. Dan yang paling ekstrim adalah antrian ATM yang membludak. Agak bingung juga sih sama yang ATM ini, karena kan Nyepi cuma seharian dan mau ke mana juga gitu sampai harus bawa uang cash kalau besoknya juga semua pertokoan pada tutup. 🤔
Malam sebelum Nyepi, ada perayaan Ogoh-Ogoh yang akhirnya diselenggarakan lagi setelah 2 tahun vakum karena pandemi katanya. Betapa beruntungnya saya bisa nonton langsung sambil pakai baju adat Bali kemarin. Saya menonton Ogoh-Ogoh sampai malam dan kehujanan. Tapi pengalaman ini seru sekali.
Malam Ogoh-Ogoh |
Ogoh-Ogoh |
Buat beberapa orang yang selama Nyepi tetap kerja dan butuh internet, mereka pasti akan pergi ke suatu tempat entah itu hotel, kost yang menyediakan WI-FI 24 jam dan bahkan ada yang sampai rela nyebrang ke Lombok. Terutama nih buat para admin socmed yang mau liburan ke Bali, mending jangan pas Nyepi karena pasti repot. 😁
Vibes Nyepi ini enak, adem, tenang dan nggak se-ekstrim yang dibayangin. Yang saya lakukan kemarin selain nonton drakor (yang udah saya download hari sebelumnya), saya ngobrol sama sepupu sambil ngemil. Ini juga menyenangkan karena bisa quality time.
Oh ya, Bali itu punya banyak hari raya yang nggak tercantum di kalender nasional. Nah, mereka ini kalau hari raya pasti libur entah itu sekolah, kantor, toko, bahkan kedai makanan bisa sampai tutup. Wajib banget tahu sih kalau tinggal di Bali soal hari-hari raya ini.
2. Melukat. Ini sama kayak ruqyah tapi pakai adat Bali. Kebetulan saya ruqyah udah pernah nih bestie, makanya saya mau coba melukat. Dan melukatnya sampai 2x. Yang pertama di Sangeh, yang kedua di Ubud. Ini bukan untuk gaya-gayaan sih. Kalau saya pribadi anggap ini sebagai salah satu ikhtiar untuk proses healing yang sesungguhnya. Saya sangat suka prosesnya karena melukat menyatu dengan alam terbuka.
Saya nggak akan bahas tentang ini terlalu jauh ya karena bukan ranahnya. Masih banyak pro dan kontra nih soal melukat. Jadi, silakan meyakini apa yang benar-benar kamu yakini ya. ☺️
Canang untuk melukat |
Runi, sepupu saya setelah melukat |
3. Tiap pagi sebelum kerja (kalau bangunnya nggak kesiangan) saya dan sepupu pergi jalan pagi di pantai. Entah itu di pantai Seminyak atau Canggu. Walau nggak lama, setidaknya bisa gerak sedikit biar nggak tegang pas kerja terus otak juga jadi ikut refresh. Pemandangan jalan paginya juga bening-bening karena banyak bule yang setengah naked pada jogging. Selesai jalan, kami nongkrong di warung pinggir pantai untuk beli camilan dan minum teh hangat. Btw, kami udah punya warung langganan, karena nggak ada namanya jadi kami sebut itu warung "bapak seminyak". 🤣
![]() |
Jalan pagi di pantai Seminyak |
Terus juga ada masa-masa di mana saya dan sepupu saya ngalamin suntuk karena pekerjaan kami. Jadi, biar nggak pusing, kami biasanya sunset-an ke pantai. Dia kalau udah sore biasanya chat gini: "Kak, pantai yok!" Yang kami lakuin kalau nggak jajan, ngobrol, kadang merhatiin orang dan diam aja sambil lihat ombak. Cuma kayak gitu doang bisa bikin hati tenang.
Akhirnya ngerasain juga apa yang dibilang orang-orang, enaknya tinggal di Bali gitu, stres kerjaan bisa langsung healing ke pantai. Kayaknya ini berlaku kalau kamu tinggal di area wisata sih ya.
Kami sampai di notice sama om-om bule yang suka nongki di pantai seminyak. Pernah sepupu saya pinjam korek sama beliau, besok-besoknya si om ini karena sering ketemu kami tiba-tiba ngasih beberapa souvenir topi rotan dong! Literally dia baru beli di toko, karena masih pakai keresek hitam. Yang lucu nih, semua topinya nggak ada yang muat di kepala kami, cukupnya di kepala anak bayi deh makanya 1 topi saya bawa pulang ke Bandung untuk ponakan saya yang masih balita. Tapi patut diapresiasi kebaikannya.
Anw, thank you, Om Paul. 😂👌
4. Kalau ditanya tempat apa yang sering dikunjungi selama di Bali jawabannya cuma ada dua: Pantai Seminyak dan Pasar Tamansari Kerobokan. Hahaha.
Asli, saya selama di Bali nggak memposisikan sebagai turis, melainkan warga lokal. Jadi emang niatnya mau tinggal agak lama untuk cari suasana baru. Boro-boro saya ke Nusa Penida atau lihat Tari Kecak di Uluwatu.
Saya sebetulnya banyak mengunjungi pantai-pantai: seminyak, pererenan, batu belig, canggu, kuta, petitenget, bingin, melasti, dll. Di antara semua pantai itu, pantai Bingin yang ada di Uluwatu adalah favorit saya. Suasana pantainya tuh introvert sekali. Sepi dan cantik pemandangannya. Disarankan kalau cuacanya cerah datang jam 3 sore untuk dapat sunset yang cantik. Saya beruntung sekalinya ke sana, langitnya kayak cotton candy. Cuma memang ada perjuangan yang harus ditempuh untuk sampai di sana. Saya jalan kaki melewati jalan tikus yang lumayan juga bikin ngos-ngosan. Jadi ingin punya cottage di sekitar Bingin deh. Manifest aja dulu ya. 💪
![]() |
Enak kayaknya lihat view ini tiap hari ~ |
![]() |
My fav beach, Bingin. |
Kalau untuk pasar, ya karena dipostingan sebelumnya saya bilang kalau saya dan sepupu hampir tiap harinya masak. Jadi memang seminggu sekali kami beli bahan-bahan makanan di sana. Sebelumnya tuh saya udah nulis mau masak apa dan sebagian besar memang menu-nya adalah pilihan saya.
5. Selama saya di Bali, saya jarang sembelit. Pencernaan saya lancar jaya. Padahal makan saya kadang juga nggak sehat-sehat banget. Aduh, sorry ya kalau harus ceritain ini karena saya merasa Bali ini punya efek yang positif untuk mental sekaligus kesehatan fisik saya. That's why saya ingin balik lagi ke Bali segera.
6. Bagian ini agak emosional sih. Saya dan sepupu saya sama-sama anak perempuan pertama yang suka banget sharing dan deep talk. Kadang kalau kami pulang dari pasar / jalan pagi dan belum ingin pulang ke indekos, kami mutar-mutar jalan aja pakai motor sambil cerita-cerita soal hidup. Sumpah, ini tuh precious moment sih karena memang kami terakhir ketemu 2006 dan masih kecil. Walau pun seringnya 60% ngeluh, 40% tentang dream life masing-masing. Nggak masalah, dibalik itu semua kami bisa saling support. Kesamaan kami: sama-sama pengen ke Eropa. Runi mau ke Italy, saya mau ke Netherlands. ☺️
![]() |
Sunset menuju malam di Pererenan |
7. Dan cuma di Bali saya bisa sering keluar malam. Biasanya kami cari angin aja jajan camilan terus nongkrong di CK, angkringan atau minimarket lainnya yang menyediakan meja kursi untuk nongkrong. Pernah juga nongkrong di cafe dan night club. Tapi kalau yang ini nggak sering banget kok, karena saya sadar banget kalau udah jompo. Hhhh.
8. Kalau ngomongin Ubud tuh saya punya kesan tersendiri karena vibes-nya mirip sama Bandung yang dingin. Ubud buat saya adalah tempat istirahat. Yang mau me time dengan mindfulness di sini cocok banget karena jauh dari pantai dan tempat-tempat wisata hits. Di sini tuh masih rindang, banyak pepohonan hijau. Makanya banyak orang jadiin Ubud sebagai tempat meditasi. Di sini juga banyak cafe hits-nya lho.
Saya sempat ke Ubud 2x selama di sana. Yang pertama itu khusus mengunjungi tempat hits kayak Serayu Pot & Terracotta dan WYAH Art & Creative Space. Kebetulan juga salah satu temannya sepupu dapat undangan dari teman bule-nya ke acara tea party. Kami jelas excited dong. Tea party bayangan kami kan tempatnya itu di cafe/resto buat icip-icip makanan dan minuman. Tapi ternyata.. salah pemirsa! 🤣 Pas sampai di tempatnya yang ternyata masuk pedalaman yang ada sungainya gitu, kami nggak menemukan adanya tanda-tanda masuk ke sebuah cafe. Sampai sana, lumayan kaget karena banyak banget orang yang sedang melakukan sesuatu. Bener aja dong, ternyata itu tempat melukat-nya Ibu Jero (nama pemangkunya di sana).
![]() |
Serayu Pot & Terracotta | WYAH Art & Creative Space |
Jadi tea party-nya itu dilakukan setelah orang-orang selesai melukat. Si bule-bule ini langsung bawain makanan kayak kue-kue basah gitu dan juga minumannya. OMG.. Hahaha! 🤣 Ya udah sih, akhirnya kami ikut melukat juga. Tapi yang ini lebih berasa segar karena ada pemangkunya yang memandu.
Nah, untuk yang kedua kalinya ke Ubud ini benar-benar nggak direncanakan. Tiba-tiba ada yang DM saya di instagram untuk datang berkunjung ke tempatnya mereka yang berlokasi di Gianyar-Ubud. Sebuah resto yang juga tempat rekreasi wisata alam yang waktu itu belum grand opening meminta saya datang untuk review tempatnya. Speechless nggak sih, secara saya bukan orang Bali. Sampai sekarang masih mikir: kok bisaaaa yaaa.. 😮
Singkat cerita saya akhirnya ke sana. Nama tempatnya Sanggraloka Farm. Sumpah, tempatnya bagus banget!
Jadi tempat ini tuh semacam resto dengan view sungai dan alam terbuka yang menyegarkan mata. Hmm.. kayaknya lebih kayak tempat rekreasi sih menurut saya.
Sampai di sana, saya disambut sama Bli Wayan yang dengan baik hati mempersiapkan semua makanan yang akan saya review. Kebetulan pas kemarin saya datang berempat jadi pas banget lah bisa ngabisin semua makanannya. Selain makan, kami juga jalan-jalan keliling area restonya yang super gede. Part terfavorit emang view sungainya yang ada di bawah. Nggak cuma lihat dari atas aja, saya turun ke bawah untuk ngerasain sensasi makan sambil dengar gemericik air sungai, lihat ikan-ikan koi, dan pemandangan pohon-pohon rimbun. Dan pengunjung bisa makan sambil berenang juga. Mantul nggak tuh?!
Selain itu, tempat ini juga bisa buat workshop, family gathering atau sekadar nongki ygy. Pokoknya, kalau kalian main ke Ubud, mampir ke Sanggraloka Farm. Emang agak jauh sih lokasinya, tapi sumpah ini worth banget tempatnya! Saya aja ingin balik lagi. 👌
***
Well, sepertinya saya ingin terus menceritakan tentang Bali di sini. Emang sign banget deh tahun ini harus balik lagi, saya merasa ada sesuatu yang harus saya lakukan di sana. Apa mending tinggal di sana aja ya sekalian? 😂
Okay, semua kesenangan ini akan saya ulangi lagi nanti.
See ya, Bali!
PS: Jadi, 2 bulan sejak kepulangan saya dari Bali tahun lalu, akhirnya saya memutuskan untuk resign dari pekerjaan saya sebagai anak ahensi, dan mulai fokus karir untuk diri sendiri. Padahal kamu tau kan, kerja di digital agency adalah passion saya. Kok bisa?? Entahlah, saya cuma ngikutin kata hati. ☺️
Satu per satu rencana menuju dream life mulai dijalankan. Buat yang baca ini, mohon doa dan restunya semoga lancar perjalanannya ya!
Cheers,
Nesa